Demikian yang disampaikan, Brent (23), pelajar asal Australia yang kebetulan bisa merasakan hidup sebulan di Desa Matras, Sungai Liat, Bangka Belitung. Ia adalah salah satu dari 18 pelajar Australia yang mengikuti Australian Indonesia Youth Exchange Program (AIYEP). Program ini diselenggarakan atas kerjasama Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia.
"Saya harus kembali ke Indonesia karena satu-dua bulan tidak cukup," ujar Brent saat berbincang-bincang dengan detikcom di Desa Matras, Sungai Liat, Babel, Rabu (18/1/2010).
Banyak cerita yang terukir dalam satu bulan. Brent tak bisa menceritakannya satu persatu.
"Saya suka pantai dan orang-orangnya begitu ramah," ungkap Brent.
Tapi, Brent mengaku sulit mendapatkan air bersih di Bangka. "Makanya kami teman-teman AIYEP membuat sumur untuk warga," tambahnya.
Lain halnya dengan, Jenna Harrington, bule asal Adelaide ini mengaku sangat betah tinggal bersama keluarga angkatnya di Desa Air Anyir, Sungai Liat, Babel. Baginya, Indonesia sudah seperti rumah kedua.
"Sayangnya, di sini listrik belum semua bisa. Jadi kalau malam gelap sekali," terangnya.
Jenna merasa tak cukup memberikan sesuatu untuk warga Desa. Pasalnya, Desa Air Anyir masih memerlukan bantuan terutama soal masalah lingkungan bersih.
"Di sini masih rawan Malaria. Masyarakat masih butuh kesadaran untuk bersih," katanya.
Beda halnya, dengan Wawan. Pemuda asal Mamuju, Sulawesi Barat ini mengaku belum bisa memberikan yang terbaik untuk desa yang ditinggalinya selama 4 minggu. Meski memiliki bekal yang cukup saat bekerja di Australia selama dua bulan, namun pengetahuan tersebut belum tentu bisa diterapkan di desa.
"Beda lokasi beda kebutuhan. Sulitnya kita mengajak warga untuk berubah. Harus ada keyakinan dan waktu yang dicurahkan," jelasnya.
Pengalaman berbagi, belajar, dan bekerja di desa yang cukup terpelosok menjadi pengalaman indah tersendiri bagi pelajar-pelajar tersebut. Sebut saja, Lenny. Gadis asal Papua ini, ingin sekali mengembangkan desanya di Jayapura berbekal pengalamannya di Australia.
"Masih banyak yang harus dibangun dari daerah kami," imbuhnya.
Berangkat dari keinginan untuk lebih mengenal satu sama lain. Pemuda-pemudi Indonesia Australia ini sadar kalau tak mudah memahami budaya bangsa lain. Tapi mereka sedikitnya mengerti, sebagai negara tetangga, Indonesia-Australia harus mempunyai hubungan yang lebih erat di masa yang akan datang.
Setelah di desa, puluhan pemuda-pemudi tersebut akan melanjutkan tugas mereka lainnya di kota Pangkal Pinang. Tentunya, berbeda dengan desa yang mereka tempati selama ini.
Selama sebulan, banyak aktivitas yang mereka lakukan. Mulai dari mengajar bahasa Inggris, memperkenalkan budaya satu sama lain, membuat sumur, memberikan penyuluhan hingga bekerja seperti halnya warga desa.
(Sumber DETIK:ape/anw)
No comments:
Post a Comment